Kamis, 26 Juli 2012

Pilih Mana, Sejahtera atau Kaya Raya?

Kita bisa saja terkecoh. Bukan tidak mungkin, orang yang selama ini kita anggap kaya raya, harta berlimpah, sebenarnya memiliki jumlah utang yang lebih besar ketimbang kekayaannya. Jadi, sebenarnya, sejahtera memiliki makna lebih dibandingkan dengan sekadar disebut sebagai orang kaya. Sejahtera semestinya memiliki unsur kebahagiaan di dalamnya. Sementara kekayaan belum tentu dibarengi dengan kebahagiaan. Nah, pilih mana? Sejahtera atau kaya raya?

Kesejahteraan sebenarnya adalah ketika seseorang bisa memenuhi kebutuhan—secara relatif—baik itu primer, sekunder, maupun tersier, berdasarkan nilai yang ada pada diri seseorang. Kenapa demikian? Badu, misalnya, merasa dirinya sudah cukup kaya dan sejahtera ketika bisa menikmati makan tiga kali sehari, bisa memiliki rumah kecil, dan bisa menyekolahkan anak. Badu merasa harta yang dimilikinya sudah mencukupi dan hidup bahagia.

Akan tetapi, lain dengan Polan. Ia sudah memiliki rumah besar, mobil bagus, deposito di berbagai bank, dan kekayaan lainnya. Namun, Polan melihat teman-temannya jauh lebih kaya ketimbang dirinya. Oleh karena itu, Polan merasa belum sejahtera. Dari situasi tersebut jelas bahwa besarnya harta tidak berbanding lurus dengan makna kesejahteraan secara relatif.

Dengan kata lain, sejahtera sebenarnya dimulai dari konsep berpikir atau persepsi terhadap kesejahteraan itu sendiri. Jadi, tidak mengherankan jika Badu merasa sejahtera, sementara Polan masih merasa ”sengsara”. Makanya, disebut sebagai nilai relatif. Lalu, bagaimana agar tidak terjebak dalam suasana sebagaimana dialami oleh Polan? Ada beberapa hal yang sebaiknya dicerna ulang, seperti berikut ini.

Konsep sejahtera
Pertama, memahami konsep kesejahteraan. Hal penting dalam memahami kesejahteraan adalah memutuskan arti kesejahteraan itu sendiri berdasarkan nilai pada diri kita masing-masing. Bukan karena tetangga kita memiliki rumah lebih bagus atau mobil lebih banyak , maka kita anggap tetangga kita lebih sejahtera. Bukan itu maknanya, melainkan model kesejahteraan seperti apa yang kita inginkan. Jadi, tidak perlu melihat orang lain.

Berikutnya, memastikan untuk apa semua uang dan harta yang sudah dan akan Anda miliki nantinya. Jadi, ada tujuan dari harta tersebut. Bukan sekadar dikumpulkan sebanyak-banyaknya. Ini sekaligus menjelaskan bahwa kekayaan dalam makna kesejahteraan adalah ketika Anda bisa menikmati dan mensyukuri kekayaan tersebut. Bukan kekayaan yang berlimpah karena utang berlimpah, misalnya. Atau dalam bentuk lain, harta dan kekayaan membuat kita menjadi berperilaku buruk, menjadi serakah atau menjadi kikir.

Jadi, kesimpulannya, definisikan dulu arti kesejahteraan secara seluas-luasnya. Termasuk, hubungan antara jumlah harta dan uang yang dimiliki atau diinginkan dengan kebahagiaan. Baru setelah itu bicara mengenai bagaimana mencapainya.

Mendapatkan kesejahteraan
Kedua, mendapatkan kesejahteraan. Untuk menjadi sejahtera sebagaimana ukuran yang telah diputuskan oleh masing-masing individu, Anda terlebih dahulu harus mengetahui seberapa jauh jarak Anda saat ini dengan tingkat kesejahteraan yang hendak diraih. Sebagai misal, dari sisi aset, saat ini Anda menyewa rumah dan Anda beranggapan, untuk sejahtera, setidaknya Anda mesti memiliki rumah sendiri. Maka, pertanyaan berikutnya adalah, rumah seperti apa yang ingin Anda miliki.

Lalu berapa lama dari sekarang rumah tersebut dapat Anda miliki. Kemudian dari mana sumber pembiayaannya. Artinya, ada rencana yang jelas, terukur, baik dari sisi waktu maupun sumber dananya. Jadi, boleh-boleh saja Anda mendambakan apa saja, tetapi tidak boleh menafikan rasionalitas. Jangan sampai Anda terjebak pada kesejahteraan artifisial; memiliki aset bersumber dari utang dan kemudian aset tersebut hilang kembali karena Anda gagal melunasi utang.

Kesejahteraan termasuk unsur kebahagiaan bukan sekadar untuk dicapai, sesuai ukuran masing-masing. Ketika kesejahteraan itu sudah tercapai, langkah berikutnya adalah bagaimana mempertahankan kesejahteraan tersebut.

Tetap sejahtera
Ketiga, tetap sejahtera. Ketika kekayaan meningkat, sebagian kalangan juga mengubah gaya hidup, pola pergaulan, dan tingkat konsumsi. Perubahan itu, hakikatnya menjadikan biaya hidup semakin mahal. Oleh sebab itu, salah satu kunci paling mendasar untuk mempertahankan kesejahteraan adalah melalui kontrol terhadap perubahan gaya hidup. Dan, itu bisa dijaga dengan kembali mengajukan pertanyaan, ”Apa definisi kesejahteraan bagi diri Anda?”

Secara konseptual, menjaga kesejahteraan dapat dilakukan dengan cara melakukan check up secara reguler terhadap kondisi keuangan dan kekayaan Anda. Jika delta pengeluaran tiba-tiba menjadi lebih besar ketimbang delta pemasukan, sebaiknya Anda berhati-hati. Itu merupakan sinyal bahwa ada sesuatu yang mulai keliru dalam pengelolaan kesejahteraan Anda.

Untuk mencegah permasalahan lebih lanjut, mulailah membelanjakan uang untuk hal-hal yang berkualitas. Bukan membeli barang-barang berharga murah, tetapi daya gunanya rendah dan frekuensi pembelian bisa tinggi. Lebih jauh lagi, stop melakukan pengeluaran—khususnya terhadap sesuatu yang bersifat keinginan—ketika pemasukan tidak mencukupi. Dengan kata lain, ketika kesejahteraan telah bersama Anda, jangan menggunakan aset yang telah dimiliki untuk membiayai pengeluaran.

(Elvyn G. Masassya, praktisi keuangan)

sumber: kompas.com